Jakarta – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengakui ada kendala pengadaan lahan dalam proyek pengembangan Lapangan Gas Abadi Blok Masela. Padahal progres pengadaan lahan harus rampung di tahun ini.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan pengadaan lahan untuk Blok Masela menggunakan tanah milik negara. Tanah yang berstatus sebagai kawasan hutan belum mendapatkan izin pembebasan lahan dari warga.

Dwi bilang di kawasan hutan tersebut ada pihak yang mengklaim sebagai tanah adat. Perbedaan tersebut yang membuat pengadaan lahan untuk megaproyek migas itu tersendat.

“Kata orang Maluku itu tanah adat, tapi menurut pemerintah berdasarkan data di pusat itu adalah tanah negara, tanah kehutanan,” kata Dwi ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Februari 2020.

Baca Juga : Sengketa Pertanahan Itu Berbahaya

Dwi mengatakan pihaknya tentu akan mencari solusi untuk menyelesaikan kendala tersebut. Ia bilang akan berbicara dengan Gubernur Maluku untuk mencari solusi dari perbedaan pandangan tersebut. Sebab pengadaan lahan harus diselesaikan agar konstruksi bisa dijalankan secepatnya.

“Iya sudah ada rencana bicara. Kalau tidak diselesaikan bagaimana, kan target pembebasan lahan di 2020 ini, kan harus berjuang,” tutur Dwi.

Lebih lanjut Mantan Direktur Utama Pertamina ini mengatakan lahan yang dibutuhkan untuk proyek dengan nilai investasi sekitar USD20 miliar tersebut di atas seribu hektare.

Proyek Lapangan Gas Abadi akan digarap oleh Inpex Corporation (Inpex) melalui anak usahanay Inpex Masela Ltd yang akan membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan Shell Upstream Overseas. Hak kepemilikan Inpex dalam proyek INI sebesar 65 persen, sedangkan Shell 35 persen.

Pengembangan hulu migas di Masela diharapkan dapat memberikan kontribusi tambahan produksi gas bumi sekitar ekuivalen 10,5 juta ton (mtpa) per tahun (sekitar 9,5 juta ton LNG per tahun dan 150 juta kaki kubik atau mmscfd gas pipa), dengan target onstream di 2027.

 

Sumber : https://www.medcom.id/